Sumpah Pemuda: Dari Ikrar Menjadi Gerak Nyata
Dalam semangat peringatan Hari Sumpah Pemuda 2025,
Pengurus Pusat dan Daerah Wanita Persahi menyampaikan ucapan:
“Selamat Hari Sumpah Pemuda. Mari terus menyalakan semangat persatuan, kesetaraan, dan keadilan dalam setiap langkah pengabdian untuk Indonesia.”
Ucapan ini menjadi pengingat bahwa Sumpah Pemuda bukan hanya bagian dari sejarah,
tetapi sumber inspirasi yang terus menyalakan tekad generasi bangsa untuk bersatu, bekerja, dan berkarya bagi tanah air.

Pengurus Pusat dan Daerah Wanita Persahi mengucapkan Selamat Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025. Mari terus menyalakan semangat persatuan, kesetaraan, dan pengabdian perempuan Indonesia untuk kemajuan bangsa
Momentum Sejarah yang Menyatukan Bangsa
Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati satu momentum penting dalam perjalanan sejarah: Hari Sumpah Pemuda. Namun, sebagaimana disampaikan Ketua Umum Wanita Persahi, Ibu Santi Diansari Hargianto, SH, MH, peringatan ini tidak boleh berhenti pada seremoni tahunan. Sumpah Pemuda adalah titik bangkitnya kesadaran kolektif — saat generasi muda Indonesia memilih untuk bersatu demi cita-cita bersama sebagai bangsa merdeka.
Jejak 1928: Saat Perbedaan Menjadi Kekuatan
Pada tahun 1928, di tengah keterbatasan dan penjajahan, para pemuda dari berbagai daerah berkumpul di Batavia.
Mereka datang dengan latar belakang berbeda — bahasa, suku, dan budaya — namun dipersatukan oleh satu tekad: membangun tanah air yang satu, bangsa yang satu, dan bahasa yang satu.
Dari pertemuan itu lahirlah tiga ikrar yang hingga kini menjadi dasar semangat kebangsaan:
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Makna Abadi dari Tiga Ikrar
Tiga kalimat itu bukan sekadar naskah kongres.
Ia adalah manifesto kebangsaan — cerminan keberanian generasi muda untuk mengedepankan persatuan di atas kepentingan golongan.
Dari sanalah lahir fondasi kuat bagi Indonesia yang berdaulat.
Ujian Zaman: Menjaga Persatuan di Era Modern
Kini, hampir satu abad kemudian, bangsa ini kembali dihadapkan pada ujian baru.
Kolonialisme mungkin telah tiada, tetapi bentuk lain dari perpecahan muncul melalui polarisasi sosial, arus informasi yang tak terbendung, dan menurunnya empati antarwarga.
Di tengah situasi itu, Sumpah Pemuda tetap relevan sebagai pengingat bahwa kekuatan Indonesia terletak pada kemampuan menjaga kebersamaan, meski dalam perbedaan.
Suara Perempuan untuk Persatuan Bangsa
Dalam pandangan Ibu Santi Diansari Hargianto, semangat itu harus diwujudkan dalam langkah konkret:
“Persatuan bukanlah warisan yang otomatis bertahan. Ia harus dijaga, diperbarui, dan dijalankan dalam tindakan nyata.”
Sebagai organisasi perempuan di bidang hukum, Wanita Persahi melihat pentingnya peran perempuan dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan.
Melalui dedikasi, empati, dan keteguhan moral, perempuan berperan menjaga harmoni — dari keluarga hingga ranah publik — sebagai penopang persatuan bangsa.
Ketulusan sebagai Fondasi Kemerdekaan
Bangsa ini tidak dibangun oleh mereka yang paling keras bersuara,
tetapi oleh mereka yang paling tulus bekerja, menjaga, dan memberi makna bagi kemerdekaan.
Jayalah Indonesiaku!
Mari kita jadikan Sumpah Pemuda bukan sekadar peringatan,
melainkan pengingat akan tanggung jawab bersama:
untuk terus bersatu, berbuat, dan membawa Indonesia melangkah lebih maju.